Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah dokumen resmi yang menunjukkan kepemilikan penuh atas tanah oleh seseorang atau badan hukum. SHM memberikan kepemilikan terkuat atas tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya.
Sertifikat tanah ini diakui secara sah di Indonesia, diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, yang memastikan pemilik tanah memiliki hak penuh, termasuk hak untuk menjual, menghibahkan, atau mengalihkan kepemilikan tanah kepada pihak lain.
Di dalam SHM termuat sejumlah data, antara lain:
- Nama pemilik
- Luas tanah
- Lokasi
- Gambar bentuk tanah
- Nama objek atau tetangga pemilik tanah yang berbatasan langsung
- Tanggal penetapan sertifikat
- Nama dan tanda tangan pejabat yang bertugas
- Cap stempel sebagai bukti keabsahan sertifikat
Pentingnya SHM sangat signifikan karena sertifikat ini memberi kepastian hukum bagi pemiliknya. Tanah dengan SHM adalah bentuk properti yang paling aman karena tidak memiliki masa kedaluwarsa, tidak seperti Hak Guna Bangunan (HGB) yang memiliki batas waktu.
Dalam konteks kepemilikan tanah di Indonesia, SHM adalah bukti kepemilikan tertinggi yang bisa dimiliki seseorang.
Hukum yang Mengatur SHM
Seperti kami disebutkan diatas, SHM diatur oleh UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-undang ini juga mengatur pembatasan terhadap kepemilikan tanah oleh pihak asing, memastikan bahwa tanah yang dimiliki dengan SHM hanya bisa dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum yang diakui oleh negara.
Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga menjadi payung hukum yang memperkuat kedudukan SHM.
PP ini mengatur tentang tata cara pendaftaran tanah, termasuk prosedur untuk mendapatkan SHM dan peraturan mengenai sertifikasi tanah yang telah terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dengan adanya regulasi yang jelas, pemerintah berupaya memberikan kepastian hukum yang kuat dan perlindungan kepada para pemilik tanah.
Perbedaan Antara SHM dan HGB
Meskipun SHM adalah bentuk kepemilikan yang paling kuat atas tanah, ada jenis hak lain yang sering dibandingkan dengannya, yaitu Hak Guna Bangunan (HGB).
HGB memberikan hak kepada seseorang atau badan hukum untuk mendirikan bangunan, biasanya untuk jangka waktu tertentu, seperti 30 atau 50 tahun. Adapun kepemilikan HGB adalah oleh negara.
Kelebihan SHM dibandingkan dengan HGB adalah bahwa SHM tidak memiliki masa kedaluwarsa.
Kepemilikan tanah dengan SHM bersifat permanen dan bisa diwariskan kepada ahli waris pemilik. Sebaliknya, HGB perlu diperpanjang atau diperbarui setelah jangka waktu tertentu berakhir, dan dalam beberapa kasus, perpanjangan ini tidak selalu disetujui oleh pihak yang memiliki tanah.
Perbedaan lainnya terletak pada tingkat kontrol yang dimiliki oleh pemegang sertifikat.
Pemilik SHM memiliki hak penuh atas tanahnya, termasuk hak untuk mengalihkan, menjual, atau menggadaikan tanahnya. Sedangkan pemegang HGB tidak memiliki kebebasan penuh dalam melakukan hal tersebut tanpa persetujuan dari pemilik tanah.
Proses dan Syarat Mengurus SHM
Untuk mendapatkan SHM, ada beberapa langkah yang harus diikuti. Proses ini mungkin memerlukan waktu, tetapi hasil akhirnya memberikan kepastian hukum yang kuat bagi pemilik tanah.
1. Pengumpulan Dokumen
Langkah pertama dalam proses pengurusan SHM adalah pengumpulan dokumen-dokumen yang diperlukan, seperti:
- Sertifikat HGB asli
- KTP dan Kartu Keluarga (KK)
- Fotokopi IMB
- SPPT PBB tahun berjalan
- Surat pernyataan informasi pemilik lahan.
Jika tanah tersebut merupakan warisan, ada beberapa dokumen tambahan yang harus disertakan. Antara lain:
- Surat keterangan tidak sengketa
- Surat keterangan riwayat tanah
- Surat keterangan dari kelurahan
2. Pendaftaran ke Kantor BPN
Setelah semua dokumen dikumpulkan, pemohon harus mengajukan permohonan SHM ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat. Di sini, tanah yang dimaksud akan diperiksa, dan pihak BPN akan melakukan survei dan pengukuran tanah untuk memastikan bahwa batas-batas tanah sesuai dengan data yang terdaftar.
3. Pembayaran
Setelah proses pendaftaran dan pemeriksaan tanah, pemohon harus membayar biaya administrasi yang terkait dengan pembuatan SHM. Biaya ini bisa bervariasi tergantung pada ukuran tanah dan lokasi properti. Selain itu, ada juga pajak yang harus dibayarkan, seperti BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
Biaya Mengurus Sertifikat Hak Milik (SHM)
Secara umum, biaya pengurusan SHM tergantung dari beberapa faktor, terutama terkait luas tanah dan nilai jual obyek pajak (NJOP).
- Pendaftaran dan Pengukuran
- Untuk tanah dengan luas di bawah 600 meter persegi, biaya pendaftaran umumnya berkisar Rp 50.000. Jika luas tanah lebih dari 600 meter persegi, biaya pengukuran akan menambah total pengeluaran.
- Pengukuran tanah yang luasnya lebih dari 600 meter persegi memerlukan biaya tambahan, termasuk konstatering report yang diserahkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
- BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan)
- Biaya BPHTB tergantung pada NJOP tanah dan NJOPTKP (Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak). NJOP yang tinggi akan meningkatkan biaya BPHTB, yang bisa menjadi komponen biaya terbesar dalam proses ini.
- Jasa Notaris PPAT
- Mengurus SHM melalui Notaris PPAT adalah opsi yang sering dipilih jika Anda kurang familiar dengan proses pengurusannya. Jasa notaris ini bervariasi tergantung wilayah dan kompleksitas proses, namun penting untuk memastikan semua prosedur berjalan dengan benar.
Estimasi Biaya Total:
- Untuk tanah di bawah 600 meter persegi, biaya yang perlu disiapkan berkisar antara Rp 6.000.000 hingga Rp 7.000.000.
- Untuk tanah yang lebih luas dari 600 meter persegi, biayanya bisa mencapai Rp 6.500.000 hingga Rp 7.500.000.
Total biaya bisa bervariasi tergantung pada lokasi tanah dan nilai NJOP setempat. Oleh karena itu, selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan BPN atau Notaris PPAT untuk mendapatkan estimasi yang lebih akurat sebelum memulai proses pengurusan SHM.
4. Sertifikasi dan Pengesahan
Setelah semua tahapan dilalui, sertifikat akan diterbitkan oleh BPN dan diberikan kepada pemohon sebagai bukti sah kepemilikan tanah.
Jika Anda termasuk orang sibuk, ada cara mengurus SHM secara praktis dan mudah. Yaitu melalui notaris, dengan biaya yang lebih tentunya.
Keuntungan dan Kegunaan SHM
Memiliki SHM memberikan sejumlah keuntungan bagi pemilik tanah. Berikut adalah beberapa manfaat utama SHM:
- Kepastian Hukum: Dengan SHM, pemilik tanah memiliki kepastian hukum yang jelas dan diakui oleh negara. Tanah yang dimiliki dengan SHM tidak bisa digugat oleh pihak lain selama sertifikat tersebut sah dan tidak bermasalah.
- Investasi Jangka Panjang: SHM merupakan bentuk investasi yang baik karena tanah adalah aset yang nilainya cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Kepemilikan tanah dengan SHM dapat menjadi jaminan keamanan investasi jangka panjang bagi individu maupun keluarga.
- Kebebasan Mengelola Tanah: Pemilik SHM memiliki kebebasan penuh untuk mengelola tanahnya. Mereka bisa menjual, menyewakan, atau menggunakannya sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari bank. Sertifikat ini juga bisa diwariskan kepada ahli waris tanpa perlu khawatir tentang hak kepemilikan yang hilang seiring waktu.
- Keamanan Finansial: SHM dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman di bank. Dengan sertifikat ini, pemilik tanah dapat memperoleh akses ke pinjaman yang lebih besar, yang bisa digunakan untuk membiayai berbagai keperluan seperti pembangunan properti atau investasi bisnis.
Kesimpulan
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah dokumen legal yang memberikan hak kepemilikan penuh atas tanah di Indonesia. Memiliki SHM memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pemiliknya, serta berbagai keuntungan lainnya seperti kebebasan mengelola tanah dan kemampuan menggunakan tanah sebagai jaminan untuk pinjaman.
Bagi mereka yang ingin memiliki properti di Indonesia, penting untuk memahami perbedaan antara SHM dan HGB, serta mengetahui bagaimana cara mendapatkan sertifikat ini. Dengan memiliki SHM, Anda memiliki aset yang bernilai tinggi dan diakui secara legal oleh negara.