Tradisi Sebaran Apem Yaa Qowiyyu di Jatinom

Tradisi Sebaran Apem Yaa Qowiyyu di Jatinom

Tradisi Sebaran Apem Yaa Qawiyyu di Jatinom, Klaten, Jawa Tengah, adalah salah satu warisan budaya yang kaya akan nilai sejarah dan spiritualitas. Setiap tahun, tradisi ini menarik ribuan orang yang datang untuk menyaksikan dan berpartisipasi dalam acara ini. Jika tidak ada perubahan, acara Sebaran Apem Yaa Qowiyyu akan tahun ini diselenggarakan pada 15 Agustus 2024.

Sebaran apem bukan hanya sekadar ritual membagikan kue apem, tetapi juga simbol kebersamaan, rasa syukur, dan penghormatan terhadap warisan leluhur.

Dalam artikel ini, kita akan menggali lebih dalam tentang sejarah, makna, dan proses pelaksanaan tradisi Sebaran Apem Yaa Qawiyyu di Jatinom.

Sejarah Sebaran Apem di Jatinom

Sebaran Apem merupakan tradisi yang telah berlangsung selama ratusan tahun di Jatinom. Tradisi ini dimulai oleh Ki Ageng Gribig, seorang tokoh agama dan ulama yang sangat dihormati di wilayah tersebut pada abad ke-16.

Ki Ageng Gribig adalah keturunan dari Prabu Brawijaya V, raja terakhir Majapahit, dan merupakan salah satu penyebar agama Islam di Jawa Tengah. Beliau dikenal sebagai sosok yang berperan besar dalam memperkenalkan dan menyebarkan ajaran Islam di Jatinom dan sekitarnya.

Menurut legenda, tradisi Sebaran Apem berawal dari perjalanan Ki Ageng Gribig ke Tanah Suci Mekah. Sepulangnya dari Mekah, beliau membawa oleh-oleh berupa air zamzam dan kue gimbal untuk dibagikan kepada santri dan warga sekitar. Namun, karena jumlah kue yang dibawa terbatas, Ki Ageng Gribig meminta Nyai Ageng Gribig untuk membuat kue serupa dari bahan tepung beras.

kue apem

Kue inilah yang kemudian diberi nama ‘Apem’ yang mengadopsi bahasa Arab ‘Afwun’ yang berarti ampunan atau memohon ampun. Yang kemudian cukup untuk dibagikan ke seluruh warga.

Sejak saat itu, tradisi ini terus dilanjutkan oleh masyarakat Jatinom sebagai simbol syukur dan kebersamaan.

Proses Pelaksanaan Sebaran Apem

Tradisi Sebaran Apem Yaa Qowiyyu biasanya diadakan pada hari Jumat kedua di bulan Safar dalam kalender Hijriyah. Sehingga masyarakat sekitar sekitar Jatinom juga biasa menyebutnya dengan Tradisi Saparan.

Sebaran Apem Yaa Qowiyyu tahun 2024 akan dilaksanakan pada tanggan 23 Agustus 2024.

Proses pelaksanaan dimulai dengan upacara ritual di Masjid Ageng Jatinom, yang merupakan tempat peristirahatan terakhir Ki Ageng Gribig.

Upacara dimulai dengan pembacaan doa-doa dan tahlil yang dipimpin oleh tokoh agama setempat. Setelah itu, ribuan apem yang telah disiapkan sebelumnya akan dibawa ke lapangan.

Puncak acara setelah sholat Jumat, ketika ribuan apem dilemparkan dari sebuah panggung yang tinggi ke arah kerumunan warga yang telah berkumpul di lapangan. Masyarakat, baik tua maupun muda, berebut untuk menangkap apem yang dilemparkan tersebut.

Bagi warga yang percaya, mendapatkan apem dari tradisi ini diyakini membawa berkah dan keberuntungan.

Setelah apem dibagikan, acara dilanjutkan dengan berbagai kegiatan budaya lainnya, seperti pentas seni tradisional dan pengajian. Semua kegiatan ini bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga dan menjaga kelestarian budaya lokal.

Makna Filosofis dan Spiritual

Tradisi Sebaran Apem memiliki makna filosofis dan spiritual yang mendalam.

Kata “apem” dalam bahasa Jawa memiliki kemiripan dengan kata “afwan” dalam bahasa Arab, yang berarti maaf atau ampun. Oleh karena itu, Sebaran Apem sering kali dianggap sebagai simbol permintaan maaf atau permohonan ampun kepada Tuhan.

Selain itu, tradisi ini juga melambangkan rasa syukur kepada Tuhan atas berkah dan rezeki yang diberikan.

Setiap tahun, masyarakat sekitar dengan sukarela menyumbangkan waktu dan tenaga untuk mempersiapkan ribuan apem yang akan dibagikan kepada pengunjung. Keterlibatan masyarakat ini menunjukkan bahwa tradisi Sebaran Apem bukan hanya milik satu kelompok tertentu, tetapi merupakan milik bersama seluruh warga Jatinom.

Kebersamaan ini mencerminkan semangat gotong royong yang masih sangat kental di tengah masyarakat Jatinom.

Tradisi ini juga menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya lokal kepada generasi muda. Dengan terlibat dalam proses pembuatan dan pelaksanaan Sebaran Apem, generasi muda diharapkan dapat memahami dan menghargai warisan budaya leluhur mereka.

Ini adalah cara yang efektif untuk menjaga agar tradisi ini tetap hidup dan relevan di masa depan.

Sebaran Apem sebagai Pariwisata Budaya

Sebaran Apem tidak hanya memiliki makna spiritual dan sosial, tetapi juga berpotensi sebagai daya tarik pariwisata budaya. Setiap tahun, tradisi ini menarik ribuan pengunjung dari berbagai daerah, bahkan dari luar negeri.

Para pengunjungn datang untuk menyaksikan langsung tradisi yang unik ini dan merasakan suasana kebersamaan yang kental di Jatinom.

Kehadiran wisatawan tidak hanya memberikan dampak positif bagi pelestarian budaya, tetapi juga berkontribusi terhadap perekonomian lokal. Selama acara Sebaran Apem, berbagai usaha lokal seperti warung makan dan pedagang kaki lima mendapatkan peningkatan pendapatan yang signifikan.

Ini menunjukkan bahwa tradisi budaya memiliki nilai ekonomi yang tidak boleh diabaikan.

Warisan Budaya yang Harus Dijaga

Meskipun Sebaran Apem Yaa Qowiyyu adalah tradisi yang kuat, ada tantangan yang harus dihadapi dalam upaya pelestariannya.

Modernisasi dan perubahan sosial dapat mempengaruhi cara masyarakat memandang dan menjalankan tradisi ini. Generasi muda yang semakin terpapar oleh budaya global mungkin merasa bahwa tradisi ini sudah ketinggalan zaman.

Tradisi ini adalah pengingat bahwa di tengah arus modernisasi, kita tetap perlu menghargai dan merawat warisan budaya yang telah ada sejak lama. Bukti bahwa budaya lokal masih memiliki tempat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Selain itu, pertumbuhan jumlah pengunjung juga menimbulkan tantangan masalah keamanan. Acara ini memerlukan pengelolaan yang lebih baik agar tradisi ini dapat berjalan lancar tanpa menimbulkan masalah.

Tradisi Yaa Qowiyyu di Jatinom sempat terhenti beberapa tahun dahula setelah terjadi krisis ekonomi dan pilitik tahun 1998.

Namun, tantangan-tantangan ini tidak menghentikan masyarakat Jatinom untuk terus melestarikan tradisi. Dengan dukungan dari pemerintah lokal, tokoh agama, dan masyarakat, tradisi ini terus dipertahankan dan dijaga agar tetap relevan di masa kini.

Semoga tradisi Sebaran Apem Yaa Qowiyyu di Jatinom terus dilestarikan dan dijaga agar tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat.

Bagikan:

Related Post